Randuacir, Salatiga Raya
Di jaman yang telah maju dan serba modern seperti saat ini, ritual-ritual budaya Jawa masih sering mewarnai kehidupan warga masyarakat di sejumlah daerah, bahkan semakin kuat dipertahankan didaerah-daerah lain. Bagi mereka yang bertekad melestarikan tradisi nenek moyang tersebut, hal itu terkait persepsi tuah keselamatan dan kemuliaan hidup yang dibawanya.
Tidak terkecuali dengan warga masyarakat Dukuh Tetep Kelurahan Randuacir, Argomulyo, yang rutin menggelar kegiatan bersih desa atau merti dusun setiap tahun, tepatnya pada hari Rabu Pon bulan Sapar. Bukan hanya dimaksudkan untuk mengejar berkah, rahmat, dan anugrah, ritual adat yang telah berlangsung puluhan tahun itu dipercaya dapat menghindarkan dari bahaya dan malapetaka.
Di awali upacara pembersihan sumber air Jagersari, Andongsari, dan Gambirsari pada lima hari sebelum hari H, yaitu Jumat Pon (15/2), ritual merti dusun di Dukuh Tetep dirangkai dengan kegiatan bersih makam, upacara kenduri, dan dilanjutkan hiburan pada Rabu Pon (20/2). Acara puncak dari runtutan sejumlah ritual itu terjadi pada kenduri, yang dipopulerkan dengan istilah Sedekah Dusun.
Dalam kegiatan tersebut, semua warga membawa makanan dalam bakul atau baskom, lengkap dengan berbagai jenis makanan yang persyaratkan. Setelah dilakukan pembacaan doa oleh sesepuh atau tokoh masyarakat setempat, warga melanjutkan dengan acara makan bersama. Anggota masyarakat terlihat rukun dan bersatu dalam kesempatan tersebut.
Sedekah Dusun mulai dilaksanakan sekitar pukul 12.00 WIB dan berlangsung selama hampir satu jam. Puluhan warga masyarakat dari berbagai golongan dan umur yang terlibat terlihat khusyuk ketika dua orang sesepuh dukuh, Suroto dan Karsono, tampil di panggung dan memimpin jalannya upacara.
"Kami hanya nguri-uri tradisi nenek moyang dalam mencari keselamatan dan mencegah timbulnya bahaya dan malapetaka yang mengancam warga. Dengan ritual merti dusun, warga masyarakat berharap kelancaran rejeki, tanah pertanian subur, ternak bisa berkembang, dan pedagang laris berjualan," ungkap sesepuh Dukuh Tetep, Karsono, seusai acara Sedekah Dusun.
Ketua Panitia Kegiatan, Suroto, menyebutkan setelah melewati ritual utama Sedekah Dusun, kegiatan segera dilanjutkan hiburan gambyong dan pergelaran kethoprak, mulai Rabu (20/2) sore hingga Kamis (21/2) pagi. "Pendanaan kegiatan murni swadaya masyarakat. Total anggaran mencapai Rp 9 juta, dengan masing-masing warga dikenai pungutan Rp 20.000." |espos
Di awali upacara pembersihan sumber air Jagersari, Andongsari, dan Gambirsari pada lima hari sebelum hari H, yaitu Jumat Pon (15/2), ritual merti dusun di Dukuh Tetep dirangkai dengan kegiatan bersih makam, upacara kenduri, dan dilanjutkan hiburan pada Rabu Pon (20/2). Acara puncak dari runtutan sejumlah ritual itu terjadi pada kenduri, yang dipopulerkan dengan istilah Sedekah Dusun.
Dalam kegiatan tersebut, semua warga membawa makanan dalam bakul atau baskom, lengkap dengan berbagai jenis makanan yang persyaratkan. Setelah dilakukan pembacaan doa oleh sesepuh atau tokoh masyarakat setempat, warga melanjutkan dengan acara makan bersama. Anggota masyarakat terlihat rukun dan bersatu dalam kesempatan tersebut.
Sedekah Dusun mulai dilaksanakan sekitar pukul 12.00 WIB dan berlangsung selama hampir satu jam. Puluhan warga masyarakat dari berbagai golongan dan umur yang terlibat terlihat khusyuk ketika dua orang sesepuh dukuh, Suroto dan Karsono, tampil di panggung dan memimpin jalannya upacara.
"Kami hanya nguri-uri tradisi nenek moyang dalam mencari keselamatan dan mencegah timbulnya bahaya dan malapetaka yang mengancam warga. Dengan ritual merti dusun, warga masyarakat berharap kelancaran rejeki, tanah pertanian subur, ternak bisa berkembang, dan pedagang laris berjualan," ungkap sesepuh Dukuh Tetep, Karsono, seusai acara Sedekah Dusun.
Ketua Panitia Kegiatan, Suroto, menyebutkan setelah melewati ritual utama Sedekah Dusun, kegiatan segera dilanjutkan hiburan gambyong dan pergelaran kethoprak, mulai Rabu (20/2) sore hingga Kamis (21/2) pagi. "Pendanaan kegiatan murni swadaya masyarakat. Total anggaran mencapai Rp 9 juta, dengan masing-masing warga dikenai pungutan Rp 20.000." |espos
No comments:
Post a Comment